TAUSHIYAH KEBANGSAAN PADA PERINGATAN DETIK-DETIK PROKLAMASI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA KE-75 / SENIN, 17 AGUSTUS 2020

Kemerdekaan Bangsa Indonesia ini diperoleh …atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa, serta didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya…(Sebagaimana pada Pembukaan UUD Negera RI Tahun 1945).

Kemerdekaan sejati adalah, tatkala kita memiliki kedaulatan Bangsa. Beriman dan bertakwa kepada Allah SWT yang terlihat dalam kokohnya aqidah islamiyah, terhunjamnya tauhid yang berakar kuat didalam setiap jiwa Bangsa. Sehingga Allah SWT menganugerahkan keberkahan dari langit dan bumi. Tidak mau diperbudak oleh hawa nafsu yang hina. Tidak mau digeincirkan oleh syetan la’natullah. Tidak terbelenggu oleh angan-angan dan kekuasaan yang melupakan manusia pada fitrahnya. Tidak menjadi tamu di Negerinya sendiri. Tegak kokoh, sebagai satu kekuatan yang saling bersinergi untuk kejayaan agama dan bangsa.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Siapa pahlawan bangsa Indonesia ? Mayoritas mereka adalah mujahid Allah, pejuang jihad fy sabilillah. Dengan kalimat tauhid dan takbir, menggugah semangat rela berkorban. Karena Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini ditegakkan oleh para ulama. Ide NKRI muncul dari Ulama dan Diplomat Ulung Sumatera Barat, yaitu Buya Muhammad Natsir, untuk menggantikan Republik Indonesia Serikat (RIS) yang pernah ada di Indonesia. (Disarikan dari Pidato Habib Rizziq Shihab tentang NKRI).

Proklamator asal Sumatera Barat Dr. H. Moh. Hatta berkata : “Pahlawan yang setia itu berkorban bukan buat dikenal namanya, tetapi semata-mata membela cita-cita.”

Presiden Soekarno pernah berpesan : JAS MERAH !
Jangan Sampai Melupakan Sejarah. Ini maksudnya adalah agar Bangsa Indonesia, dari generasi ke generasi harus arif dan bijaksana mencermati setiap perjalanan sejarah Bangsanya. Agar tidak melupakan jati diri Bangsa. Supaya proporsional dalam menempatkan para pejuang dan pahlawan Bangsa. Sehingga lahir jiwa ksatria dan semangat juang untuk mengisi dan mempertahankan kemerdekaan dengan segenap jiwa dan raganya. Bukan warna Merah dipelintir menjadi lambang partai politik atau berkiblat kepada negara yang berbendera merah (RRC), sehingga Negara ini digadaikan kepadanya. Justeru pesan ini memuat wasiat agar terus waspada terhadap bahaya laten komunisme yang telah terbukti sebagai pengkhianat Bangsa.

Diantara kelemahan umat Islam adalah Malas Termasuk Malas Membaca, Tidak Mempelajari Sejarahnya Sendiri dan Spontan, Tidak Terencana. Teori ini dikemkana oleh Moshe Dayan yang ahli perang dan menteri pertahanan Israel yang disegani dunia tahun 1960-an.

Sifat Malas, termasuk malas membaca sesorang atau bahkan suatu bangsa akan menjadikan orang atau bangsa bodoh, orang yang hidup dalam ketidaktahuan dan kegelapan alam keilmuan, orang atau bangsa yang hanya ingin bersenang-senang, menikmati apa yang ada tanpa mau bekerja keras. Orang atau bangsa seperti ini mudah disogok dan diarahakan oleh aktor intelektual menurut keinginan orang yang berilmu dan berkepentingan dengan mereka.

Tidak mengerti sejarah diri sendiri akan membuat seseorang atau suatu bangsa tidak paham masa lalunya, asal muasalnya dan segala hal yang terkait dengan kondisi kekiniannya serta jati dirinya sendiri. Mereka akan mengalami krisis identitas, tidak mengerti hukum sebab akibat yang terkandung dalam sejarah, sehingga mudah jatuh atau dijatuhkan dengan sebab yang sama dan di lobang yang sama berkali-kali sebagaimana dialami oleh para pendahulu mereka. Bangsa yang tidak tahu sejarahnya sama dengan orang atau bangsa buta yang berjalan di jalan yang tidak dipahami, sehingga mudah disesatkan oleh orang-orang jahat yang ada disekitarnya.

Kelemehan umat Islam yang ketiga adalah perilaku spontan dan tidak terencana dengan baik. Hal ini akan menjadikan pribadi bangsa yang reaktif, mudah dipancing dengan issu-issu sensistif, lalu bereaksisecara spontan tak terarah, tanpa mengerti apa sebenarnya yang sedang terjadi. Sehingga mudah dijatuhkan musuh dengan kelemahannya sendiri. Terencana, teratur serta memiliki tahapan perjuangan adalah penting. Agar generasi Bangsa ini bisa bangkit berjuang secara simultan bagi kejayaan bangsanya.

Sejarah mencatat jejak ulama pejuang bangsa yang luar biasa tangguh. Mulai dari Tuanku Imam Bonjol, Cik Ditiro, Pangeran Diponegoro. Mereka turun langsung ke medan juang berperang memimpin umat melawan penjajah. Sampai ke KH. Ahmad dahlan dengan Persyarikatan Muhammaddiyahnya (tahun 1912), KH. Hasyim Asy’ari dengan Nahdatul Ulamanya (tahun 1926), H. Zamzam dengan Persatuan Islamnya (tahun 1923). Mereka bergerak di bidang pendidikan dan amal sosial untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Teruatam di Pulau Jawa.

Syeikh Sulaima Ar-Rasuli (Inyiak Canduang) dengan Persatuan Tarbiyah Islamiyahnya (tahun 1928), Muhammad Arsyad Thalib Lubis dengan Al-Jami’atul Washliyahnya (tahun 1930) yang bergerak di bidang pendidikan dan amal sosialnya di wilayah Sumatera.

Dan puluhan bahkan ratusan ulama lainnya di luar Jawa dan Sumatera yang telah berkontribusi besar untuk lahirnya para pejuang bangsa, yang akhirnya menyatu menjadi kekuatan besar bagi lahirkan kemerdekaan bangsa Indonesia tahun 1945.

Nagari Gadut Kec. Tilatang Kamang Kab. Agam, juga punya seorang tokoh pejuang, pembina kaum muda di masa kemerdekaan. Ia dalah tokoh kepercayaan Soekarno untuk membina generasi muda waktu itu. Yang kemudian ikut bersama tokoh-tokoh muda lainnya mendesak Soekarno dan Moch. Hatta agar diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agusus 1945. Tokoh itu memang belum dicatat sebagai pahlawan nasional, namun peran dan nilai perjuangannya patut diteladani. Dialah Djohar Nur. Maka di Nagari Gadut, nama beliau diabadikan sebagai nama sebuah Yayasan Pembinaan Sumberdaya Manusia Djohar Nur. Yang diharapkan akan menjadi wadah perjuangan bersama bagi semua kekuatan nagari, termasuk Solidaritas Anak Nagari Gadut kedepan.

Dalam upaya mempertahankan kemerdekaan, setelah masa proklamasi. Para santri di berbagai pondok pesantren dengan organisasinya masing-masing mendirikan pasukan-pasukan bersenjata yang mereka sebuat laskar yang berjuang bersama hizbullah. Kemudian melahirkan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), sebagi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia. Ide ini muncul dari seorang kader ulama yang menjadi guru Madrasah Ibtidaiyyah di Surabaya, yang kini dikenal bangsa kita sebagai Panglima TNI, Jenderal Besar Soedirman.

Kegigihan para ulama dalam berjuang tentu tidak terlepas dari konsep jihad dalam Islam. Bagi kaum muslimin, penjajah adalah kezhaliman yang wajib dihadang. Maka hampir setiap perjuangan kemerdekaan digelorakan dan diawali dengan fatwa ulama, langsung atau pun tidak langsung. Seperti Resolusi Jihad dari Fatwa KH. Hasyim Asy’ari pada tanggal 22 Oktober 1945 di Surabaya yang kemudian menggelorakan perang heroik melawan tentara sekutu di Surabaya. Diabadikan sebagai hari pahlawan 10 November 1945.

Resolusi Jihad itu menyebutkan bahwa berperang melawan penjajah adalah kewajiban fardhu ‘ain bagi lingkaran 94 km dari kedudukan musuh. Fardhu ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan, bahkan anak-anak, bersenjata taupun tidak. Hal ini pula yang terjadi pada perang paderi, perang aceh, perang Teluk Ketapang, Melaka, Banten dan lainnya.

Solusi terbaik saat ini adalah :

Pertahankan kesatuan dan persatuan. Sebagaimana diamanatkan dalam QS. Al-Hujurat ayat 9-12.
Wariskan semanat juang dengan memahami sejarah bangsa dan peran ulama dalam perjuangan menegakkan, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia.
Tetap waspada terhadap segala bentuk upaya dan strategi semua pihak yang merupakan Hambatan, Tantangan, Ancaman Dan Gangguan (HTAG) yang akan merusak kedaulatan bangsa Indonesia.
Taati ulama waratsastul ambiya, karena makhluk Allah SWT yang paling takut kepada Allah adalah para ulama. Tugas mulia yang diembannya adalah mewarisi tugas para nabi dan rasul Alla SWT. Yaitu membimbing umat agar istiqamah dalam mengamalkan ajaran Islam yang Kaffah.
Kemerdekaan memang sudah berusia 75 tahun, namun perjuangan bangsa tidak mengenal batas waktu. Maka jadilah pejuang terbaik di masa kita masing-masing. Merdeka !

OLEH : H. Syamsul Bahri, S.HI., MA (JFU Bimas Islam Kantor Kementerian Agama Kota Bukittinggi sekaligus Sekretaris Umum Badan Penasehat Majelis Ulama Indonesia [MUI] Nagari Gadut Kec. Tilatang Kamang Kab. Agam)

Posting (Syafrial)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *